Website Resmi SMK Negeri 1 Mempawah Timur

Inspiring “SI MISKIN” Kisah Nyata Seorang Guru SMK 1 Mempawah Timur

Kisah ini saya awali tahun 1951, lima tahun setelah Indonesia merdeka tepatnya tanggal 5 Januari 1951, lahirlah seorang bayi mungil yang diberi nama Djuki Budiono yang sehari-hari di panggil Djuki, di suatu tempat di bawah kaki bukit desa Giripurno Magetan, Jawa  Timur. Saya lahir dengan dengan cacat bawaan,, dimana tulang rusuk sebelah kanan bengkok kedalam sebesar bola pingpong. Keadaan waktu itu sangat sulit terutama ekonomi. Orang tua saya anggota prajurit PETA ( Pembela Tanah Air ). Honor yang diterima sangatlah tidak menentu.

Inilah saya, Djuki remaja selagi masih muda

Pada waktu itu ayah memiliki senjata semi otomatis merk Zuky, rampasan dari tentara Jepang dalam perang gerilya prajurit PETA. Itulah sebabnya saya diberi nama Djuki yang berasal dari nama merk senjata pampasan perang tadi.

Hari-hari berlalu, saya tumbuh normal seperti anak-anak yang lain hanya sedikit kurus saja dan masih tetap setia sampai sekarang kurusnya.

Pada tahun 1957 orang tua pindah ke kota Kudus Jawa Tengah untuk mencari kehidupan yang lebih layak di tempat yang baru.

Ini tempat saya lahir di kaki bukit Bancak, nama bukitnya

Singkat cerita,  saat itu saya duduk di bangku kelas 5 SR ( sekolah rakyat ) dan di usia begini saya  sudah berfikir secara kritis. Karena pengaruh ekonomi orang tua yang sulit pada waktu itu sehingga saya jarang bergaul dengan kawan yang kehidupan ekonominya lebih baik dari saya. Imbasnya, perasaan malu dan sedih berkecamuk dalam hati memikirkan keadaan yang serba kekurangan. Apa lagi  saya anak sulung  dari 7 bersaudara yang lebih berat dalam memikirkan keadaan waktu itu. Batin saya menangis dan terkadang tanpa disadari air mata pun berlinang-linang menetes.

Lembaran-lembaran hidup hari demi hari saya lalui. Pada suatu malam dengan kesedihan yang cukup mendalam, diam-diam saya pergi ke sebuah makam tanpa sepengetahuan orang tua. Saya duduk di antara nisan-nisan sambil berlinang air mata,  tangan lalu menengadah seraya mohon petunjuk Allah. Memohon diberikan sesuatu.

Malam pun semakin larut, di antara keterlelapan antara sadar, tiba-tiba saya dibangunkan kakek berjubah putih, kakek itu memberi sebuah buku cukup tebal. Tanpa pikir panjang buku itu pun saya terima.

Tanpa mengucapkan sepatah kata kakek itu tiba-tiba menghilang. Saya tersadar tapi tidak ada apa-apa yang saya lihat maupun saya pegang, apalagi buku yang diberikan kakek berjubah putih tadi. Oh …kiranya saya bermimpi.

Inilah sekolah saya, SDN Giripurno. awal sempat 3 bulan bersekolah disini. Sekarang sekolahnya sudah di renovasi

Setelah melewati hari-hari,  saya berpikir kembali mengenai buku yang diberikan kakek berjubah putih dalam mimpi malam kemarin. “Apa makna mimpi diberikan buku oleh kakek berjubah putih itu?”

Proses waktu berjalan terus, saya  telah pun duduk di kelas 1 SMP KANISIUS Kudus, kebetulan banyak etnis Tionghoa yang bersekolah disitu. Waktu itu, sambil sekolah saya nyambi sebagai pencuci mobil dengan upah Rp.100,- / bulan. Uang sebesar itu, cukup untuk jajan dengan adik tanpa minta ke orang tua lagi.

Saya mempunyai tiga orang teman perempuan. Mereka ini adalah teman dalam kelompok belajar. Kami sering ngobrol bersama-sama, sering pergi ke kantin bersama. Pokoknya kemana-mana kami selalu berempat walaupun mereka itu etnis Tionghoa namun tidak memilih teman bermain dengan saya. Saya tidak pernah bercerita tentang kehidupan saya dengan mereka. Saya dulu memang termasuk pria yang disenangi oleh banyak kaum hawa, baik dari sekolah sendiri maupun dari sekolah lain.

Pada suatu hari ketika saya sedang mencuci mobil di tempat pencucian mobil, secara tiba-tiba tiga teman perempuan tadi datang menemui saya. Saya kaget karena tidak menyangka mereka tahu tempat kerja saya. Apa lagi saya karena memang saya merahasiakan semua ini kepada mereka. Sekonyong-konyong ketika kami berbicara, mereka pun memeluk saya sambil menangis demi mengetahui keadaan saya yang berusaha bekerja di tempat pencucian mobil ini. Saya berucap, “sudahlah, malu dilihat orang”. Kata saya. Mereka tidak peduli dan terus mengecoh tanpa memperdulikan saya protes. “Inilah saya, dan inilah pekerjaanku sehari-hari sepulang sekolah”. Mereka semakin kencang menangis dan ada juga yang sesunggukan. Mereka tetap protes dengan diri saya yang bekerja seperti ini. “Kalian adalah sahabat terbaik saya dan tak akan saya lupakan kebaikan-kebaikan kalian pada saya”.

Kami masih asyik ngobrol setelah selesai satu mobil saya cuci. Akhirnya saya menceritakan keadaan saya yang sebenarnya sehingga mereka menjadi tahu keadaan saya yang sebenarnya. Setelah puas mereka ngobrol, akhirnya mereka pun pamit sambil terisak-isak dalam tangis kecil mereka. Saya menjadi terharu atas kebaikan-kebaikan mereka tanpa terasa disela-sela lambaian tangan kepada mereka, melelehlah air mata ini membasahi pipi saking terharu nya atas support dan dorongan semangat mereka kepada saya.

Suatu saat saya diajak kawan membeli buku pelajaran yang berjarak 3 km dari tempat tinggal saya dengan mengendarai sepeda. Sambil menunggu kawan berbelanja, saya terpandang sebuah buku dengan judul “Radio”. Ingin membeli tapi pada saat itu uang tidak ada.

Tiba-tiba saya ingat mimpi beberapa waktu lalu. Saya bertanya-tanya dalam hati, “Apakah buku itu yang dimaksud kakek berjubah putih yang diberikan kepada saya dalam mimpi itu?” Hal itu menimbulkan tanya yang terus berulang dalam benak saya.

Saya bertekad untuk memiliki buku itu. Mulailah saya menabung dan akhirnya terkumpul uang sejumlah Rp.300 yang dikumpulkan dalam beberapa bulan. Uang sebesar itu sangat besar nominalnya pada saat itu. Akhirnya saya berjalan kaki pergi ke toko dan membeli buku itu sebanyak 4 jilid sekaligus seharga Rp. 240.

Ketika saya kelas 1 STM Mesin Umum,buku Radio yang saya beli sudah saya mengerti isinya dan pada kelas 2 saya membuka bengkel reparasi dan menjadi reparasi radio termuda di kabupaten pada saat itu. Dalam hati selalu ingat sang kakek dalam mimpi saya dulu dan tak lupa selalu bersyukur dan berterima kasih kepada Allah atas kemurahan rezekinya. Dari bengkel radio inilah saya dapat membeli motor bekas seharga Rp.25.000.

Inilah kiranya makna mimpi dulu dimana saya disuruh untuk selalu belajar walau tanpa guru sekalipun. Saya berprinsip bahwa orang lain bisa maka saya juga harus bisa. Tiada yang mustahil bagi Allah.

Beranjak dari situlah, saya selalu membeli buku-buku tehnik, di antaranya Buku Tehnik Listrik Industri 3 Phase, Buku Tehnik Pendingin Ruangan, dan Buku Tehnik Elektronik Audio Video.

Sampai saya tamat STM banyak sudah ilmu-ilmu lain yang saya kuasai dan pahami. Kadang banyak kawan bengkel yang mengalami kesulitan untuk memperbaiki perangkat elektronik, saya dengan senang hati membantu menyelesaikan tanpa meminta imbalan apa pun, paling saya diajak makan minum di warung maklum masih bujangan jadi belum ada tanggungan sama sekali.

Di usia 33 tahun, saya menikah dan dikaruniai empat orang anak, laki-laki dua dan perempuan dua. Anak pertama perempuan tinggal di Mempawah, anak kedua laki-laki, sekarang berdomisili di Kota Cirebon sebagai Kepala Bagian Listrik di salah satu perusahaan, anak ketiga, laki-laki mendirikan bengkel tehnik, termasuk mobil dan motor serta elektronik lainnya, tinggal di Mempawah. Sementara anak keempat, si bungsu perempuan sekarang alumni D3 Management Perbankan Pontianak, juga sekarang  tinggal di Mempawah.

Saya pernah mengajar di KLK ( Kursus Latihan Kerja ) di Mempawah  selama 10 tahun dan terakhir saya mengajar di SMK Negeri 1 Mempawah Timur, mengajarkan ilmu-ilmu otomotif termasuk desain gambar.

Dulu nama kecil saya adalah Djuki , beranjak remaja menjadi Djuki Budhiono, setelah dewasa ditambahi lagi menjadi Djuki Budhiono Kuncoro Djati, Tapi nama yang tetap saya gunakan adalah Djuki Budhiono.

Terakhir saya ingin menitip pesan dari beberapa pengalaman saya bahwa sesungguhnya Allah SWT, menurunkan ilmu Maunah pada setiap insan. Maunah berarti pertolongan dari Allah kepada seorang mukmin yang mengalami kesulitan.

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian”. Artinya, ilmu itu bersifat dinamis dan tidak tetap, keberadaannya menyesuaikan dengan kondisi sekarang dan kehidupan masa depan.

Alhamdulillah, karena ilmu jugalah saya dapat menyekolahkan semua anak saya.

Demikianlah sekelumit kisah hidup saya, semoga selalu menginspirasi bagi semua orang.

 

PENULIS DJUKI BUDHIONO [PAKDE / MBAHKONG]

Editor by ~ridwan~

 

Tinggalkan komentar